SOEMPAH
PEMOEDA
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Bertempat disebuah rumah milik dari seorang etnis Tionghoa
yang bernama Sie Kong Liong yang berada di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta
Pusat, pada tanggal 28 Oktober 1928 lalu. Para pemuda bangsa ini merumuskan dan
mengucapkan tiga poin ikrar di atas. Tiga kalimat yang kemudian di kenal sebagai Sumpah Pemuda
itu berhasil mengobarkan semangat para pemuda ditanah air untuk bersatu dengan
satu tujuan yaitu kemerdekaan dari cengkraman penjajahan Belanda.
Tapi saat ini, masyarakat kita
mulai dari kalangan pejabat, aparat pemerintah/ negara, atau pedagang,
pengusaha, profesional canggih, profesor, doktor atau master bidang apapun,
kemungkinan sudah tidak lagi peduli soal sumpah pemuda ini. Mereka menganggap
bahwa saat ini sudah tidak relevan lagi untuk membahas Sumpah Pemuda, apalagi
mengenang makna – makna yang terkandung dalam isi sumpah sakti itu. Topik
terpenting dalam bahasan atau bahkan hanya sekedar obrolan warung kopi adalah
“CARI DUIT” bagaimana dan apapun caranya. Karena dalam pemikiran masyarakat
dewasa ini duit adalah hal terpenting dan mengalahkan apapun, untuk beli mobil
baru, rumah mewah, jalan-jalan keluar negeri, menyekolahkan anak ke luar
negeri, dan beli segala macam tetek bengek piranti yang lagi ngetren, buat
dipamerin kesana kemari.
Padahal, kalau kita mau
berpikir lebih dalam lagi, Sumpah Pemuda memiliki makna yang selalu
aktual. Sebagai contohnya:
Poin pertama yang berbunyi “Berbangsa satu,
bangsa Indonesia”: Mengandung makna kita ini satu bangsa, jadi tidak ada
lagi cerita terpecah-pecah atas berbagai suku bangsa, berbagai agama, berbagai
golongan dan kasta. Tapi apa yang terjadi saat ini? Bentrok, tawuran,
saling serang, pertikaian agama sampai ngebom bangsa sendiri..??
Poin kedua yang berbunyi “Berbahasa satu, bahasa
Indonesia”: Yang artinya bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi maupun bahasa
pergaulan masyarakat Indonesia sehari – hari. Namun yang terjadi saat ini,
hanya dalam pidato dan surat resmi bahasa Indonesia dapat kita lihat dan dengar
dengan baik dan benar. Masih mending jika dalam obrolan masyarakat mengunakan
bahasa daerah sesuai dengan asalnya, justru bahasa – bahasa gaul yang tidak
jelas yang digunakan dalam berinteraksi.
Poin ketiga yeng berbunyi “Bertanah air satu,
tanah air Indonesia”. Sesuai dengan cita-citanya, seluruh tanah air
Indonesia beserta kekayaan didalamnya ini adalah milik kita bangsa
Indonesia. Tidak ada cerita orang Sumatra memiliki Sumatera, orang Jawa
memiliki Jawa dst. Tapi sekarang, ratusan ribu bahkan jutaan hektar kebun
sawit dimiliki siapa? Jutaan hektar tambang batubara dimiliki
siapa? Sawah ladang dimiliki siapa?
Nah.. mungkin sekarang sudah tidak ada lagi orang
peduli Sumpah Pemuda. Bahkan pemerintah sendiri turut serta membantu
melunturkan makna Sumpah pemuda dengan mengalihkan upacara peringatan hari
sumpa pemuda, dimana sesuai dengan pengumuman tertulisnya Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia (http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/pengumuman/769)
mengalihkan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-84 pada Tanggal 29
Oktober. Jadi sudah tidak kaget lagi kalau kita tanya para pemuda, mengenai
hari sumpah pemuda, jawabannya pasti sesuai bahasa gaul yang lagi ngetren saat
ini: SUMPAH PEMUDA….? CIYUS…..? MIAPAH….?