The One - Tiban adalah salah satu
kesenian tradisional yang berkembang di daerah Jawa Timur, kususnya di Blitar,
Tulungagung dan juga Trenggalek. Awal mulanya Tiban merupakan kesenian
Tradisional bagi anak-anak gembala yang berebut air untuk ternaknya pada musim
kemarau panjang. Untuk memperoleh air mereka adu kekuatan dengan meggunakan
cambuk sebagai senjatanya. Ketika mereka tengah berkelahi hujanpun turun dengan
lebat.
Hingga saat ini Tiban
dilaksanakan pada musim kemarau sambil memohon hujan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Cambuk untuk senjata ini terbuat dari lidi aren yang di pintal dengan
jumlah tertentu sedangkan pemimpin permainan disebut "Landang"
dipilih seorang yang bijaksana serta menguasai permainan dan biasanya yang
paling senior. dengan diiringi gamelan "pelog" dan gendang, dengan
irama yang dinamis, menggugah pemain semakin bersemngat dan energik.
Awal kemunculan tiban ini
menandakan adanya suatu interaksi antara manusia dengan alam pikiran mistis.
Maksudnya bahwa dibalik pelaksanaan kesenian ini mengandung makna filosofis
tertentu terhadap kekuatan gaib sehingga memunculkan adanya kekuatan
supranatural yang berasal dari luar diri manusia. Kekuatan tersebut muncul
karena pengaruh dari beberapa sarana dan prasarana ritual yang dilantunkan
melalui do'a atau mantra tertentu. Kesenian ini disebut sebagai ritual karena
memiliki beberapa ciri seperti yang diungkapkan oleh R.M Soedarsono, secara
garis besar ada enam ciri yaitu pemainnya dipilih orang yang dianggap suci atau
membersihkan diri secara spiritual, pertunjuknya dipilih tempat yang dianggap
sakral, waktu pertunjukan dipilih waktu yang dianggap sakral, menggunakan
sesaji sebagai perlengkapan dan tujuan ritual lebih diutamakan dari pada
sebagai tontonan.
Adapun perlengkapan sesaji yang
digunakan adalah sebagai berikut : nasi tumpeng beserta lauknya berupa ayam
ingkung, mentimun,kuluban, mie goreng tahu, tempe goreng, telur rebus, beserta
jajan pasar dan pisang, terdapat juga kemenyan yang dibakar sebagai sarana
perantara antara manusia dan dunia gaib lainnya. Hal tersebut dilakukan karena
kehadiran nasi tupeng beserta isinya memiliki makna bahwa umat manusia di dunia
ini akan selalu kembali kepada Yang Maha Kuasa yang menciptakan langit dan bumi
beserta isinya. Menurut masyarakat setempat pertunjukan tiban ini mayoritas
diperankan oleh anak laki-laki yang umurnya tidak kurang dari 15 tahun. Ini
dilakukan supaya dalam proses pelaksanaan persiapan ritual (tirakatan) tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Terdapat pula semacam larangan
atau aturan tertentu ketika pertunjukan ini berlangsung, diantaranya adalah :
1
Permainan harus dilakukan satu lawan satu dengan
umur yang sejajar, dan tidak boleh lebih tua atau lebih muda.
2
Daerah yang boleh dicambuk hanya bagian leher
sampai batas tali pusar.
3
Pembuatan properti yaitu cambuk (terbuat 10-15
dari lidi aren yang masih segar) hanya boleh dilakukan ketika pertunjukan akan
berlangsung dan tempatnya sesuai dengan tempat ritual yang ditentukan serta
menggunakan mantra-mantra tertentu juga.
4
Pelaksanaan ritual dibatasi antara pukul
12.00-17.00 WIB
Teknis Ritual
·
Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan. Sebelum
melaksanakan ritual Tiban para peserta harus menyiapkan alat yang digunakan
dalam acara ritual. Yang wajib dimiliki adalah “cambuk”. Cambuk berasal dari
lidi tumbuhan Aren (Arenga sacchrifera L.) yang diuntai atau dipelintir dengan
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu cambuk.
· Membacakan mantra. Mantra digunakan untuk
memohon kepada Sang Pencipta, agar diberikan karunianya yang berupa hujan.
Tujuan
Tiban bertujuan untuk mengakhiri
musim kemarau panjang atau lebih singkat adalah memohon diturunkannya salah
satu unsur paling penting di bumi yaitu air (Hujan).
Apabila ditinjau dari segi karya
seni, dapat diketahui bahwa Tiban merupakan karya seni yang mengagumkan.
Mengagumkan karena pada setiap jenjang peradaban manusia selalu muncul karya
seni yang menampilkan sebuah pengorbanan (bukan kekerasan).
Apabila ditinjau dari segi
mistik, maka Tiban juga dikatakan sangat mengagumkan. Mengagumkan karena pada
setiap tempat di muka bumi selalu mempunyai ucapan “ilahi” (Mantra) yang selalu
dipercaya mampu mengatasi berbagai persoalan dengan jalan fikir yang kurang
rasional.
Dari uraian di atas dapat diambil
essensi bahwa dengan perpaduan antara Seni dan Mistik maka manusia dapat
menciptakan suatu karya yang sangat mengagumkan selain itu, dengan mengorbankan
sesuatu, kita dapat memperoleh sesuatu lain yang lebih berharga dan bermanfaat
bagi kita maupun lingkungan sekitar kita. (*)
*Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar